Bismillahirrahmanirrahim
Konsistensi itu setidaknya ada tujuh macam:
Pertama, konsistensi internal. Yakni konsistensi pada diri sendiri. Konsisten antara fikiran dengan ucapan, antara ucapan dengan perbuatan. Dengan ini kita pasti akan menjadi sosok pribadi yang memiliki reputasi tinggi, karena apa yang diucapkan benar-benar sesuai dengan yang dipikirkan dan benar-benar dilakukan. Bukan seperti politisi jaim, yang hanya menjaga citranya dengan retorika atau keramahan jelang pemilu, tetapi apa yang dipikirkan dan diperbuatnya sama sekali berbeda.
Kedua, konsistensi temporal. Yakni konsistensi sepanjang waktu. Kesalehannya tidak cuma di bulan Ramadhan. Setelah dilatih selama bulan Ramadhan, maka di bulanbulan lain dia semakin meningkatkan amalnya. Dia tidak cuma sholat, menutup aurat, menahan diri, giyamul lail dan tadarrus di bulan Ramadhan, tetapi pasca Ramadhan dia tetap juga sholat, menutup aurat, menahan diri, giyamul lail dan tadarrus - walaupun untuk yang terakhir ini, sebagai amalan sunnah mungkin tidak seintensif di bulan Ramadhan.
Ketiga, konsistensi spasial. Yakni konsistensi di semua tempat. Kesalehannya tidak cuma ketika dia berada di masjid, tetapi juga ketika dia tempat kerja, di pasar, di jalan raya, dan sebagainya.
Keempat, konsistensi objektif. Yakni konsistensi ke semua orang. Kalau dia bersikap baik, jujur, ramah dan profesional, maka itu dilakukannya ke semua orang. Tidak hanya ke pelanggan atau ke atasan saja, tetapi juga ke bawahan, ke tukang sayur, bahkan ke orang-orang yang tidak dikenalnya.
Kelima, konsistensi subjektif. Yakni konsistensi dirinya meski dalam peran yang berbeda-beda. Kalau dia bisa berbuat profesional ketika menjadi direktur di tempat kerja, maka mestinya dia juga bisa profesional (dalam arti memberikan pelayanan yang terbaik) ketika menjadi seorang ayah atau suami di rumah, mungkin juga seorang kader di organisasi sosial, atau juga seorang makmum dalam suatu jama'ah.
Keenam, konsistensi prosedural. Yakni konsistensi prosedur atau proses yang dilakukannya. Kualitas prosedur perbuatan yang dilakukannya konsisten. Pada seseorang yang tidak memiliki konsistensi prosedural, akan tampak fluktuasi kualitas aktivitasnya, meski oleh subjek yang sama, objek yang sama, di tempat yang sama, dan di waktu yang tidak jauh berbeda. Pada institusi yang memiliki konsistensi prosedural itulah biasanya sudah ada "standard operating procedure" (SOP) yang baik, yang dipahami dan dipatuhi, bahkan mungkin juga sudah disertifikasi dengan ISO9000.
Ketujuh, konsistensi transendental. Ini adalah konsistensi seseorang atas pengakuannya bahwa dia adalah mahluk ciptaan Tuhan, hamba Tuhan yang ditempatkan di dunia untuk memberi manfaat sebanyak-banyaknya dengan tetap setia kepada-Nya, menjalankan seluruh perintah-Nya, dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Hanya orang-orang yang beriman yang memiliki konsistensi transendental. Bagi orang-orang ini, hidupnya selalu baik. Kalau dia mendapatkan kenikmatan, dia selalu bersyukur. Sedang kalau dia mendapat musibah, dia selalu bersabar. Dia menghadapi segala sesuatu sebagai ujian dari Allah. Orang-orang ini akan berusaha meraih enam konsistensi yang lainnya sebagai wujud kesetiannya kepada Allah, yang memang memerintahkan demikian.
Hanya mereka yang memiliki konsistensi transendental akan tetap bertahan di posisi yang sama, sekalipun dunia seisinya sudah meninggalkan konsistensinya. Dan dia juga tetap akan menuju sebuah posisi di mana Allah menunggunya, tidak peduli apakah dunia seisinya akan bergerak ke sana.
Mestinya Ramadhan adalah bulan untuk mengubah cara kita menjaga konsistensi menghadapi berbagai hal dalam hidup kita. Mudah-mudahan, pada hari ke-30 bulan Ramadhan, kita sudah meningkatkan konsistensi kita, agar Allah mengubah nasib kita.
by Prof. Dr.-Ing. H. Fahmi Amhar dalam buku "30 Jurus Mengubah Nasib"